What If … [part 8/ Final]

Author :  @dbling826

Judul : What If …

Kategori : Continued

Cast :

– Choi Ha Seok (readers)

– Leeteuk

– Super Junior Members

– Choi Ha Seok Family

part 1 – part 2 – part 3 – part 4 – part 5 – part 6 – part 7 – part 8

***

Sudah jam lima pagi. Aku rasa, aku tidak tidur sama sekali karena memikirkan Leeteuk semalaman? Memikirkannya? Tidak mungkin.

“Kau tidak kerja, eonni?” tanya Rara yang melihatku masih menggunakan celana pendek dan kaos masuk ke kamarnya. Padahal sudah jam enam pagi. Biasanya aku dan Rara keluar rumah bersama-sama jam setengah delapan pagi, mengingat Rara masuk jam sembilan dan aku masuk jam delapan. Lalu, kami berpisah di halte bus.

“Aku ada janji dengan temanku hari ini jam 11” jawabku duduk di sebelahnya yang sedang merapikan rambut.

Chingu?” tanyanya heran. “Nuguyeyo?”

Aku bingung mendengar pertanyaan Rara. Akhirnya aku menjelaskan apa janjiku dengan temanku itu.

Omo! Dia mengajakmu kencan, eonni” teriak Rara bahagia. Aku garuk-garuk kepala melihat tingkah Rara yang heboh.

Eonni. Coba kau bayangkan. Pergi ke sebuah taman hiburan, memakai barang couple. Itu sama saja dengan kencan. It’s a date” jelasnya dalam bahasa Inggris dengan aksen Koreanya.

Aku berpikir dalam-dalam. Perkataan Rara ada benarnya juga. Tapi, mana mungkin leader itu mengajakku kencan. Siang hari lagi. Bisa-bisa aku diteror oleh fansnya yang sangat banyak.

“Dia sengaja mengajakmu kencan hari ini. Today is Monday. Kalo pas weekend kan taman hiburan ramai. Pasti bisa ketahuan oleh fansnya yang sangat banyak” lagi-lagi penjelasan Rara masuk akal.

“Sudahlah. Sekarang kau bersiap-siap. Jarak Seoul Land dengan rumah kita sekitar satu jam setengah atau dua jam kalau jalanan ramai” Rara bangkit dari duduknya, dan mendorongku keluar kamarnya lalu masuk ke kamarku.

“Ini pemberian leadermu itu?? Aigoo ~ Kyeopp ~” Rara tersenyum-senyum sendiri sambil memegang baju couple yang Leeteuk berikan padaku tadi malam. Aku yang menerimanya saja biasa-biasa saja.

Rara melihat jam tangannya. “Omo! Sudah jam tujuh kurang. Aku berangkat dulu, ya eonni. Kalau kau mau pinjam make-up ku, ambil saja di kamarku. Annyeong!” ia melambaikan tangannya, melesat masuk ke kamarnya mengambil tas sekolahnya. Aku melihatnya makan sarapan secepat kilat. Bahkan bibi Park pun heran. Setelah mencium pipi eommanya, Rara melesat keluar rumah. Paman Park sudah pergi duluan jam setengah tujuh tadi. Makanya, Rara terbiasa menggunakan bus untuk pergi ke sekolahnya.

***

Eomonim, aku berangkat dulu” aku mengenakan kets putihku. Lalu berdiri menghadap ke dalam rumah.

“Aku dengar dari Rara, kau mau kencan hari ini. Dengan siapa?” tanya bibi Park penasaran. Raraaa ~ kenapa dia haru memberitahu bibi Park?

“Ahh, anieyo, eomonim. Rara hanya bergurau yang tadi itu” elakku.

“Ya sudahlah. Hati-hati di jalan” aku melambai pada bibi Park, sebelum beliau menutup pintu gerbang rumah.

***

Mulutku terbuka lebar saat berdiri di depan sebuah tempat yang bernama ‘Seoul Land’. Bagi seseorang yang baru pertama kali menginjakkan kaki di Seoul Land, pasti menilai, ini adalah dunia sihir di dunia nyata.

drrrtt, drrtrrt, ddrttrrrtr . . . ponselku di saku jaket yang aku kenakan bergetar. Leader, nama kontak itu tertulis di layar ponselku. Aku menyentuh tombol untuk menerima panggilan.

“Mau sampai kapan kau terlihat bodoh di depan tulisan ‘Seoul Land’ itu?” suara di seberang mengejekku. Kalau diejek begini, lebih baik telponnya tidak ku angkat. Ehh, tunggu dulu. Dia tau aku sedang berdiri di depan banner Seoul Land. Berarti dia di sekitar ku. Refleks kepalaku berputar-putar, mencoba menemukan leader itu.

“Kau lebih terlihat bodoh lagi jika kepalamu berputar ke kiri kanan seperti itu”

Ya! Kau dimana? Jangan permainkan aku”

“Buka jaketmu. Apa kau melaksanakan pesanku malam tadi?” tanyanya masih lewat telpon.

“Pesanmu? Yang mana” tanyaku pura-pura tidak tahu dan masih mencoba menemukan sosok Leeteuk di selan banyak orang. Dia pasti menyamar agar tidak dikenali oleh fansnya. Walau hari Senin, Seoul Land sangatlah ramai. Aku kesusahan menemukan leader itu.

“Sudahlah. Buka saja jaketmu sebentar. Setelah itu, aku akan segera menghampirimu” janjinya. Aku masih belum membalas ucapannya itu. Aku masih mencoba menemukannya. Tiba-tiba aku melihat laki-laki berperawakan seperti Leeteuk, dan kelihatan sedang menelpon.

“Aku sudah menemukanmu. Kau diam di tempatmu itu” perintahku, lalu berjalan ke arah pria yang ku maksud. Tak terdengar respon darinya. Aku melihat layar ponselku. Ia belum memutuskan sambungan telpon kami.

“Aha!! Kau tertangkap!” ujarku memegang bahu laki-laki itu. Laki-laki itu berbalik dan melihatku heran.

Omo ~ Jweosonghamnida. Kau mirip sekali dengan temanku” aku menundukkan kepalaku berkali sambil mengucapkan kata maaf. Laki-laki itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ternyata ia bukan Leeteuk. Lalu dimana leader itu?

“Hahahaha ~” terdengar suara tertawa di ponselku. Leeteuk menertawakanku.

“Buka sajalah jaketmu sedikit. Atau kau mau bertingkah bodoh seperti tadi lagi?”

Aku berpikir. Yasudahlah. Buka saja jaketku sedikit. Toh, aku memakai baju yang ia berikan itu.

Aku memakai kembali jaketku. Aku yakin, dia pasti tersenyum senang melihatku memakai hadiahnya ini.

“Oke. Kau tunggu di sana” piiip! Leeteuk memutuskan telpon.

Ya!” seseorang mengejutkanku dari belakang. Aku berbalik ingin membentak orang itu. Tapi, tidak jadi. Aku malah tertawa.

“Kenapa kau tertawa? Ada yang aneh?” tanyanya sambil melihatku heran.

“Penampilanmu itu” ucapku.

Leeteuk terlihat sangat beda. Ia memakai baju yang sama seperti yang aku kenakan. Namun, penyamarannya itu. Ia memakai topi dan jaket. Lalu memasang hoodie jaketnya. Hingga menutupi keseluruhan kepalanya. Ditambah kacamata hitam besar yang menutupi matanya.

“Aku mengenakan ini biar bisa santai berjalan denganmu nanti. Aku tidak mau ada fans yang menganggu kita”

Ucapan Leeteuk membuatku berhenti tertawa. Tidak mau ada fans yang menganggu kita? Hatiku berdesir mendengar kalimat itu. Aku merasa terbang ke langit. Ditemani olehnya.

“Kenapa kau malah diam?” tanyanya heran. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum.

“Kau pakai kacamata ini, ya. Biar aku tidak terlihat seperti menyamar kalau memakai kacamata sendiri” ia menyodorkan kacamata yang sama seperti yang ia kenakan. Aku menerimanya ragu-ragu.

Kaja” ia menarik tanganku. Tanganku terasa tersentrum saat tangan kami bersentuhan. Tapi, aku abaikan rasa itu karena aku harus menyamakan langkah kakiku dengan langkah kakinya yang panjang.

***

Setelah membeli tiket, kami masuk ke Seoul Land. Melihat berbagai jenis wahana yang menghasilkankan teriakan semua pengunjung, ingin rasanya aku mencoba semua wahana tersebut hari ini.

“Kita mencoba wahana yang mana?” tanya Leeteuk. Aku juga bingung. Karena ini pertama kalinya aku ke sini.

“Hey. Kita berfoto dulu, yuk!” ajak Leeteuk sembari mengeluarkan kamera digitalnya. Ia meminta padaku untuk meminta tolong pada kerumuan siswa sekolah menengah yang sedang duduk santai. Jika dia yang minta tolong, dia takut ketahuan. Akhirnya, aku yang berbicara pada mereka.

Setelah berpose canggung, anak itu memberi aba-aba. “Hana, dul, setcreeeck! Terdengar shutter suara digital kepunyaan Leeteuk. Aku berlari mengambil kamera itu.

Ni namjachingu cheorom Leeteuk oppa, syupeo junieo lideo” ucapan anak itu mengejutkanku.

“Ahh, ne. Kamsahamnida” aku pergi meninggalkan anak itu.

“Kau terlihat akrab dengan gadis itu” ucap Leeteuk setelah aku menyerahkan kembali digitalnya. Aku hanya mengangguk-angguk tidak jelas. Kemaren Kyuhyun yang mengatakan Leeteuk adalah namjachingu ku. Sekarang, anak sekolahan itu.

“Hey! Aku mau mencoba itu” Leeteuk menunjuk sebuah wahana permainan yang bertuliskan “King Viking”. Aku hanya mengikuti permintaannya saja. Ini terlihat seperti Kora-Kora di Dufan, Ancol.

Sepuluh menit di goyang oleh King Viking, kami turun dengan wajah pucat. Bukannya takut. Wahana ini membuat perutku geli. Serasa terbang. Kami pun duduk di bawah pohon, dekat King Viking. Setelah kondisi tubuh normal, kami berkeliling lagi.

Oppa, ayo naik yang itu” aku menunjuk sebuah wahana air yang menyerupai Niagara-nya Dufan.

“Ohh, Flume Ride. Ayo. Mumpung hari ini sangat panas”

Setelah naik wahana itu, jaket kami pun basah sedikit. Untung, kaos kami tidak basah. Karena aku tidak suka memakai pakaian dalam kondisi basah, aku melepaskan jaketku. Begitupun dengan Leeteuk. Kami saling tatap, karena sadar menggunakan baju couple. Jujur, aku malu sekali rasanya. Karena ini adalah kali pertama aku memakai baju couple. Di tempat umum lagi.

“Kalau kau tidak yakin melihat kita berjalan seperti ini, aku akan mengenakan hoodieku” Leeteuk memasangkan hoodie jaketnya yang tidak basah, dan membiarkan lengan jaketnya yang tergantung di bahunya. Aku hanya tersenyum karena Leeteuk menyadari perasaanku. Sudah jam setengah dua. Kami lebih banyak berkeliling di banding mencoba wahana. Ternyata ini adalah kali pertama Leeteuk ke Seoul Land. Dua orang asing yang sangat nekat.

“Ayo kita makan. Aku sudah lapar” ajak Leeteuk. Lagi-lagi aku hanya mengangguk. Aku juga lapar soalnya.

***

“Ha Seok-ssi­. Aku punya tiga permintaan. Bolehkah ku katakan sekarang?” tanyanya saat kami menunggu makanan.

“Tiga permintaan? Kau kira aku ini jin lampu ajaib”

“Hey, hey. Bukan seperti itu. Bolehkah aku mengatakan tiga permintaanku sekarang?” ulangnya lagi.

“Hmm” jawabku sambil menyeruput softdrink ku pelan.

“Sebenarnya, permintaan pertamaku sudah kau kabulkan” ujarnya sambil menautkan jari tangannya.

Aku heran “Sudah ku kabulkan? Bagaimana bisa? Aku bahkan belum mendengar permintaan pertama mu”.

“Hmm, permintaan pertama ku baju ini” ujarnya malu-malu. Aku heran lagi. “Permintaan pertamaku adalah kau mau memakai baju ini” lanjutnya. Aku manggut-manggut mengerti.

“Yang kedua?” tanyaku

“Kau janji jangan marah” pintanya lagi. Aku tertawa pelan.

“Aku? Marah? Memangnya apa permintaanmu itu?”

“Aku minta maaf kejadian twitter itu. Aku sungguh tidak berniat membohongimu atau semacamnya. Aku juga baru tau, kalau kau adalah hana_choi itu” jelasnya pelan. Aku tersenyum mendengar ucapan tulusnya.

“Tak apa, oppa. Aku juga sudah melupakannya. Sudah hampir dua bulan lebih, bukan” jawabku pasti sambil menatapnya. Ia menatapku juga. Mata kami beradu untuk beberapa detik, lalu kami sama-sama membuang muka ke arah yang berbeda. Hatiku berdesir saat melihat tatapan matanya itu. Dimplenya itu. Ahh, aku menyukai dimple yang tercetak dipipi kirinya saat ia tersenyum. Aku juga menyukai orang yang mempunyai dimp . . .

“Aku mikir apa sih!!” aku mengetuk kepalaku berulang kali, mengutuk diriku ini. Kenapa kami harus bertatapan? Kenapa aku harus berpikir seperti itu?

“Ada apa, Ha Seok?” tanya leader itu heran melihatku mengetuk kepalaku berulang kali. Aku tersentak, lalu tersenyum.

“Tidak ada apa-apa. Hmm, permintaan ketigamu apa?”aku mencoba mengalihkan pertanyaannya barusan. Dia terlihat tegang saat aku menanyakan permintaan ketiganya.

“Hmm, aku… begini… aku… boleh… hmmm” belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, “Ini pesanan anda. Selamat menikmati” ujar seorang waitress sambil meletakkan isi dari nampan yang ia bawa di meja kami.

Ne ~ gomapsumnida” ujarku pada waitress itu setelah ia meletakkan semua pesanan kami. Ia membungkukkan badannya sebelum berlalu dari meja kami.

“Apa permintaan ketigamu?” ulangku setelah waitress itu pergi.

“Lebih baik kita makan dulu” ucapnya setelah mengambil nafas panjang.

Jal meoko sumnida” ucapku pelan, lalu mengambil sumpit, dan menyumpit makanan yang ada di depanku. Sedangkan Leeteuk, terlihat ogah menyumpit makanan yang telah kami pesan.

***

Setelah selesai makan, kami berkeliling lagi. Sudah jam tiga. Kami harus kembali jam tujuh. Karena jam sepuluh Leeteuk harus menjadi DJ radio bersama Eunhyuk. Aku jadi penasaran dengan permintaan ketiga Leeteuk. Apakah itu?

“Bagaimana kalau yang itu?” aku menunjuk Shot X Drop, hysteria versi Seoul Land. Wajah Leeteuk berubah pucat.

“Apa kau takut?” tanyaku setengah menggoda. Ia menggeleng. “Oke! Kita naik yang itu”

Kami mengikuti antrian Shot X Drop. Karena lumayang sepi, kami hanya menunggu sekitar lima menit. Aku dan Leeteuk duduk bersebelahan. Operator Shot X Drop memberi aba-aba bahwa permainan akan segera dimulai

“1, 2, kyaaa ~” tubuh kami melayang di udara. Spontan aku dan Leeteuk berteriak. Mesin tiba-tiba berhenti di tengah-tengah. Ketika itu juga Leeteuk memegang tanganku. Sepertinya, dia sangat takut.

Oppa ~” ujarku pelan. “Wuuushhh!!” Mesin dijalankan kembali. Pegangan Leeteuk makin kuat. Aku jadi cemas.

Mesin berhenti lagi. Kali ini kami berada di daerah yang paling tinggi. Aku mencoba melepaskan pegangan tangannya. Tapi, menghalangi upayaku. Aku mencoba melihat wajahnya. Usahaku sia-sia. Mesin melanjutkan permainannya. Mengocok perut kami, melayang di tempat duduk sendiri.

Setelah lima menit yang terasa cukup lama, permainan itu selesai. Aku memperhatikan pundak Leeteuk yang berjalan duluan. Ia duduk di bawah pohon. Mencoba mengambil nafas sebanyak-banyaknya.

Oppa? Gwaenchanayo?” tanyaku. Ia mengangguk.

“Tapi, kau terlihat pucat. Apa kita pulang saja?” tanyaku cemas. Ia menggeleng.

“Tidak apa-apa. Ini hanya masalah dengan umurku. Sudah lama aku tidak mencoba wahan gila seperti itu” jelasnya. Aku kaget. Ah iya. Pria ini sudah 28 tahun. Dan aku masih 20 tahun. Tentu saja jiwa kami sedikit berbeda.

“Ayo kita coba yang ringan” ajaknya. Aku setuju, dan mencari wahana ringan di sekitar kami.

“Yang itu saja. Sepertinya pengunjungnya sedikit. Jadi kita tidak mengantri lama” aku menunjuk ke sebuah wahana bernama Rock Cafe. Leeteuk hanya mengikuti langkahku saja.

Leeteuk yang masih menormalkan jantungnya, kaget saat sadar bahwa kami akan menaiki Rock Cafe.

Ya! Kenapa kita memilih ini?” tanyanya panik. Aku heran.

“Bukannya tadi kau setuju?” Leeteuk sepertinya mencoba untuk menghindari wahana ini, tapi terlambat . . .,

“Silahkan naik. Di sebelah sana kosong” tunjuk operator tersenyum manis. Aku melangkah tanpa beban, sedangkan langkahnya terlihat berat sekali. Aku pun menarik tangannya, karena wahana akan segera dimulai.

Tiga menit berlalu begitu saja. Tiba-tiba permainan dihentikan. Sebuah tirai menutupi kami.

Ya! Apa-apaan ini?” tanyaku kaget ketika tirai ditutup. Leeteuk diam saja. Seolah mengerti apa maksud dari semua ini.

“Silahkan lakukan apapun yang kalian inginkan bersama pasangan kalian selama tiga menit” aku kaget mendengar ucapan operator barusan.

“Kenapa kau tidak bilang dari tadi?” ucapku canggung. Aku baru sadar, itulah sebabnya Leeteuk kaget waktu kami akan mencoba wahana ini.

Satu menit berlalu. Kami sama-sama diam, duduk manis seperti semula.

“Ha Seok” panggil Leeteuk pelan. Aku menoleh ragu.

“Bolehkah aku menjadi namjachingu mu?” tanyanya langsung. Aku ternganga. Seketika itu pula tirai terbuka kembali. Leeteuk membuang mukanya. Mencoba menghindari tatapan mataku yang masih kaget. Kami pun sama-sama diam, hingga akhirnya permainan itu dihentikan.

***

Kami berjalan sendiri-sendiri. Aku masih shock dengan pernyataan Leeteuk di Rock Cafe tadi. Aku yang tidak fokus, menabrak Leeteuk yang telah berhenti sejak tadi.

“Kita naik itu, yuk. Setelah itu kita pulang. Kau sepertinya lelah sekali” ucap Leeteuk seolah ia tak pernah mengatakan hal yang telah ia katakan di Rock Cafe tadi, yang sekarang berkeliaran di pikiranku.

Aku mengikut arah jari Leeteuk. SKY-X. Tertera jelas di besi yang menjulang tinggi di depan kami. Aku hanya mengangguk. Jadi, itu permintaan ketiganya.

Bolehkah aku menjadi namjachingu mu?” kata-kata itu masih bermunculan di benak dan pikiranku.

Dalam hening, aku mengikuti langkah Leeteuk, masuk ke arena SKY-X, sejenis bungee jumping yang sering ku lihat di tv. Seharusnya aku takut. Aku belum pernah mencoba wahana seperti ini. Tapi entah kenapa, aku merasa, aku akan dilindungi oleh namja satu ini, dimanapun aku berada. Ucapannya tadi memang sangat mengagetkan ku. Tapi, ucapan itu juga yang meyakinkan ku. Aku menyukainya. Ya. Aku menyukai leader nomor satu ini. Entah sejak kapan. Aku sendiri juga tidak tahu.

“Ha Seok-a, kau baik-baik saja?” Leeteuk menghampiriku dengan segala macam alat untuk wahana ini. Aku mengangguk.“Ucapanku tadi, tidak usah kau hiraukan. Anggap saja aku tidak pernah mengatakannya”

Jlebb!! Jantungku terhujam. Aku ingin mencegah kata-kata itu keluar dari bibirnya. Di saat seperti ini, sangat susah mengatakan kata “YA” dan tidak mungkin juga aku mengatakan dua huruf itu di situasi yang sangat canggung ini. Kenapa kau bisa berubah secepat ini? Kau harus tau, oppa. Aku menyukaimu juga. Sejak kau mengatakan itu, aku tidak mau kehilanganmu, oppa.

Leeteuk melangkah gontai. Aku bisa merasakan hal itu. “Tidak seperti yang kau pikirkan, oppa” racauku dalam hati. Aku yakin, ia pasti mengira aku tidak mau menjadi yeojachingu nya.

“Nona, tolong gunakan ini” seorang laki-laki seusia Leeteuk menghampiriku membawa segala macam alat, sama seperti yang telah Leeteuk pakai. Aku mengangguk. Ia membantuku mengenakannya. Mempererat tiap ikatan agar kemungkinan buruk yang bisa aja terjadi terhindar.

“Oke. Sudah selesai. Mari ikuti saya. Namjachingu anda sudah menunggu di sana” ujar laki-laki itu sopan sembari memberi jalan. Namjachingu? Lagi-lagi. Tapi, aku memang ingin menjadi Namjachingu nya. Aku menyukainya. Dan ia juga telah mengutarakan perasaannya padaku. Ya, empat puluh lima menit yang lalu kami masih bercerita tentang permintaannya di restorang mini. Lima belas menit yang lalu ia mengatakannya. Dan sekarang, kami berjalan sendiri-sendiri. Apa yang salah?

Aku berpikir keras. Apa yang harus ku lakukan? Tiba-tiba ide cemerlang muncul di pikiranku. Ya. Aku harus berani. Aku harus berani mengucapkan hal itu.

Sekarang kami berada di ketinggian lima puluh meter dari permukaan tanah. Sebuah tali dikaitkan ke alat yang ku-tak-tahu-namanya, yang sudah menempel di tubuhku dan juga tubuh Leeteuk. Perlahan kami melangkah. Waow!! Sangat tinggi. Seharusnya kami berdua bisa tertawa lepas sambil melihat pemandangan ini. Bukan situasi kaku seperti yang ku rasakan sekarang. Satu-satunya cara, ya cara itu. Cara yang entah mengapa tiba-tiba bisa muncul dipikiranku.

“Kalian berdua sudah siap?” tanya laki-laki yang mengaitkan tali di tubuh kami. Leeteuk mengangguk. Ia memegang pinggangku sambil menatap ke bawah. Aku kaget. Hatiku berdesir, jantungku berdetak lebih cepat. Semoga ia tidak mendengarnya.

“Oke, ambil posisi. Hana, dul, set . . .” ia mendorong kencang tubuh kami. Kurang dari lima detik, tubuh kami sudah melayang di udara. Secara otomatis, aku dan Leeteuk berteriak heboh, mencoba mengeluarkan semua kegalauan hati.

“Ya, inilah saatnya. Hana, dul, set . . .” aku menghitung mundur dalam hati. “Teuk oppaaa ~ saranghaeyooo !” teriakku kencang, berharap ia yang tidak berjarak sama sekali dariku, mendengar teriakanku barusan.

Ia menoleh kaget. “Jinjja?” bisiknya pelan. Aku tersenyum.

Ia mendekapku erat. Aku bisa merasakan hal itu. Ia meletakkan dagunya di kepalaku. Astaga! Aku merasa, ada kupu-kupu terbang liar di perutku.

“Hana Choiii ~ Nado sarangahaeyooo ~” teriaknya lalu tersenyum menatapku penuh arti. Dimple itu muncul. Aku sangat menyukai pria berdimple ini.

Kecupan hangat dari bibirnya menyentuh pipiku, dan aku bisa merasakan hal itu. Ia menguatkan dekapannya, seolah tidak ingin aku terjatuh dari permainan ini atau pergi dari hadapannya selamanya. Perlahan, ayunan SKY-X melambat.

Ya” ucapnya keras. Kami masih harus melawan angin agar ucapan kami tidak keluar sia-sia. Itulah mengapa aku memutuskan untuk berteriak. Supaya ia bisa mendengar ucapanku dengan tepat.

“Bolehkah aku menjadi namjachingu mu?” bagai deja vu, perkataan itu ia katakan lagi. Di tempat yang sama, namun pada waktu dan wahana yang berbeda.

Aku menatap matanya dalam-dalam. Tatapan tulus sangat jelas tertulis di sudut matanya itu. Aku pun mengangguk. Matanya berbinar mendengar ucapanku itu.

What If aku tidak nekat mengucapkan hal itu? Who knows ^^

-THE END-

DON’T TAKE OUT!!

Tinggalkan komentar