I Can’t Go Without You

Annyeonghaseyo 🙂 Assalamu’alaikum chingudeul. Ahh, ini fanficsku yang pertama.. Ini tercipta karena lomba sebuah fanfics.. Walau ga menang, aku ga sedih kok 🙂 Karena, ga selamanya yang ga menang itu terjelek di dunia.. Betul, kaaaan?? Baca, ya.. Jeongmal Kamsahamnida buat yang udah baca apalagi mau ngoment/ ngritik/ nyaran dsb di bawah 🙂 🙂 🙂

Title : I Can’t Go Withou You

Author : Dian Maharani

Length : Oneshot

Genre : Romance

Casting :

as Shim Minji


as Yoseob


as Jonghyun


as Taemin


as Sekyung


as Min


as Jinki


as Yuri


as Minhwan


as Minhyuk


as Shindong

Shim Minji, itulah nama lengkapku. Aku tinggal di desa Apgeujong, yang terletak di pinggiran Provinsi Daegu yang sangat sibuk. Aku tinggal bersama kedua orang tuaku yang bekerja sebagai petani. Dilihat dari profesi orang tuaku, kami adalah keluarga yang sangat sederhana. Aku mempunyai namdongasaeng, yang kata teman-teman sekolahku sangat imut. Namanya Shim Taemin. Aku suka memanggilnya “paja” yang artinya pabo namja. hahaha Memang terkadang Taemin sangat lucu dimataku. Terkadang juga, dia sangat menyebalkan jika aku harus menunggunya sebelum pergi ke sekolah.

Aku mempunyai sahabat yang sangat baik. Meski sebaya, aku menganggapnya sebagai oppaku. Namanya Kim Jonghyun. Aku biasa memanggilnya Jjong. Lebih singkat, padat, dan jelas. Dia MVP sepak bola di sekolahku. Orang tuanya cukup kaya. Mereka mempunyai beberapa minimarket di Daegu. Seingatku, mereka mempunyai 4 minimarket. Memang, hanya minimarket dalam provinsi. Tapi, yang namanya orang kaya, tetaplah orang kaya. Meski sangat kaya, keluarga Jonghyun sangat baik kepada keluargaku. Kata abeoji Jonghyun, sebelum beliau sukses seperti sekarang, beliau menumpang tinggal pada keluarga appaku. Tidur, makan, dan mandi. Ntahlah. Aku tidak tahu secara detail. Yang pastinya begitu. hehehe

Aku dan Taemin bersekolah di SMA dan SMP Daejin, sekolah yang terkenal cukup elit di desa tempat tinggal kami. Aku duduk di kelas 2 SMA Daejin, sedangkan Taemin di kelas 3 SMP Daejin. Appaku sebenarnya tak mampu membiayai sekolah kami. Untuk petani sederhana seperti appa, bersekolah di Daejin membutuhkan biaya yang besar. Untuk biaya bulanan saja, terkadang kami tersendat-sendat. Apalagi menyekolahkan aku dan Taemin di sekolah ini. Tapi, karena bantuan orang tua Jonghyun, aku dan Taemin bisa bersekolah di sana sejak TK hingga saat ini. Terkadang, aku malu karena selalu dibantu oleh keluarga Jonghyun, sedangkan kami, belum sempat membalas kebaikan mereka, mereka telah menolong keluarga kami yang kesusahan. Setiap ditolak, abeoji Jonghyun pasti berkata … “tanpa bantuan appamu, ajeossi tidak akan sesukses sekarang. Kini biarkan ajeossi membantu kalian” itu kata – kata abeoji Jonghyun, jika appa ingin menolak bantuan mereka. Aku dan Taemin saja sudah bosan mendengar kata – kata itu.

***

“Taemiiin~” aku berteriak dari luar rumah sambil memegang stang sepedaku. “Dia ini laki – laki atau perempuan? Dandannya lama sekali” pikirku dalam hati. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 7 lewat tiga menit. Aku mendengus kesal. “Taaaeemiiiiin~”

Ne, noona. Aku sedang memakai sepatu” terdengar suara Taemin dari dalam rumah. Aku menghentak – hentakkan kakiku ke tanah. Cemas. Ada pelajaran sastra Indonesia jam pertama. Mati aku kalau terlambat masuk.

“Taaaeemiiin~ ppali-wa! Noona jam pertama sastra Indonesia” aku berteriak lagi sambil melirik gelisah pada jam tanganku. Sudah lewat enam menit dari pukul 7. Aku harus tiba di sekolah dalam waktu lima belas menit. Kalau ngebut, memakan waktu sepuluh menit. Belum lagi memarkir sepeda di belakang sekolah. Arrrrgh! Aku pasti terlambat.

Baru saja ingin berteriak untuk ketiga kalinya, Taemin muncul di hadapanku dengan menggiring sepedanya. “kaja” katanya polos. Ingin kujitak kepalanya itu. Tapi, tak mungkin. Eomma masih berdiri di pintu melihat kami berangkat bersama.

Aku mengayuh sepedaku kencang. Sangat kencang. Bahkan, aku merasa ban belakang sepedaku melayang. Hampir saja beberapa kali aku menabrak orang dan di omeli eomonni sepanjang perjalanan menuju sekolah. Tapi, telingaku sudah bebal. Gawat! Tinggal tujuh menit lagi. Aku harus segera tiba di sekolah.

“Ada apa ini?” aku melihat kerumunan orang di gerbang sekolahku. Rata – rata perempuan. Apakah ada boyband bertandang ke sekolahku? Ahh, tidak mungkin. Aku mencoba membawa sepedaku melewati kerumunan orang – orang yang sibuk berteriak yang menurut pendengaranku mereka meneriakkan “Osob! Osob!”. Ntahlah benar atau tidak. Pagi itu, telingaku tidak bisa bekerja efektif gara – gara di omeli eomonni sepanjang perjalanan tadi.

Yes! Aku berhasil sampai di parkiran sepeda di belakang sekolah dengan selamat, tanpa harus berdesak – desakan dengan orang – orang di gerbang tadi. Sekarang, aku harus berlari dan segera tiba di kelasku sebelum sonsengnim sastra Indonesiaku masuk ke kelas. Karena terlalu asyik berlari, BRUKK! Aku menabrak orang. Tanpa sempat menoleh pada orang itu, aku melanjutkan lari pagiku sambil berteriak “Mianhae!” dan melambaikan tangan padanya. “YA!” samar – samar aku mendengar kata itu. Ntah lah siapa yang memanggilku. Aku tidak peduli.

***

“Tampangmu menyedihkan sekali” terdengar suara seseorang sambil menepuk bahuku pelan. Aku menoleh ke sumber suara.

“Ahh, ternyata kau Jjong. Hari yang sangat melelahkan” ujarku sambil meregangkan tangan seperti orang yang baru bangun tidur. Lalu aku mengambil coffe ice yang ada di tangan Jonghyun.

“Kebiasaan” serunya kesal.

Aku hanya bisa cengengesan seperti anak kecil sambil menyeruput coffe ice milik Jonghyun.

“Kau nyaris terlambat lagi?” tanya Jjong. Aku mengangguk. “Gara – gara si “paja”. Untung miss Yuna belum masuk ke kelasku tadi.”

“Lain kali, tinggalkan saja dia. Atau kau mau aku jemput?” tawarnya.

“Ahh, tidak usah. Merepotkanmu saja. Rumah kita kan berlawanan arah.”

“Kalau begitu, kenapa tidak kau tinggalkan saja Taemin. Dia sudah kelas 3 SMP bukan? Sudah dewasa.”

“Aku mau saja meninggalkannya. Tapi, eommaku mengharuskan aku pergi bersamanya tiap pagi. Aku tidak tega menolak permintaan eomma. Eomma juga selalu melihat kami berangkat sekolah. Jadi, sangat ketahuan kalau aku meninggalkan Taemin” jelasku sambil menyandarkan diri di sandaran kursi.

“Kalau begitu bangunkan dia pagi – pagi” lanjut Jjong.

“Sudah sering seperti itu. Tapi, dia sangat lambat. Aku juga sudah mengalah mandi yang pertama. Tapi tetap saja” ucapku lemah. “Aku sendiri tak tahu apa yang harus aku lakukan pada adikku yang satu ini supaya cepat pergi sekolah.”

“Ya sudah. Mau bagaimana lagi. Good luck for you day, deh” kata Jonghyun santai. Aku menoleh padanya dan menyengir aneh. Dia tertawa melihatku. Ahh, manisnya tawa Jonghyun.

“Hey! Mengapa kau tidak heboh seperti gadis – gadis lain?” tiba – tiba Jonghyun melemparkan pertanyaan yang sangat aneh.

“Untuk apa aku harus heboh? Memangnya ada apa?” aku balik nanya.

“Minji-na” seru Jonghyun “Ada artis yang pindah ke sekolah kita” lanjutnya.

“Artis? Nugunde?” aku bertanya lagi.

“Apa kau tidak pernah menonton televisi?” tanya Jonghyun.

Ya! Bagaimana aku bisa menonton televisi? Pulang sekolah aku langsung menjaga minimarketmu yang baru buka. Aku bekerja sendiri dibantu karyawan yang baru debut dan pabo” ujarku sambil nyengir dan melirik tajam pada Jonghyun saat mengatakan “pabo”.

Ya! Pabo itu maksudmu aku” tanya Jonghyun geram.

Ne~” balasku polos. Jonghyun menjitak kepalaku.

Ya! Appeun!” aku meringis kesakitan sambil memegang kepalaku. Jonghyun hanya tertawa melihatku yang meringis kesakitan.

“Kalau begitu, aku suruh abeoji memasang televisi di minimarket nanti. Biar kemampuan otakmu tidak menurun” kata Jonghyun sambil tertawa.

“Jangan!” aku melarang Jonghyun.

Wae?” tanya Jonghyun.

“Kerjaku nanti hanya menonton televisi”

“Ahh, baiklah” Jonghyun manggut – manggut mengerti.

“Eh, nanti aku ada latihan bola sore. Kau pulang sendiri, ya” kata Jonghyun.

“Memangnya aku memintamu pulang bersamaku tiap hari? Bukannya kau yang selalu menungguku?”

Jonghyun hanya tersenyum mendengar perkataanku. “Aku ke kelas dulu, ya” ia bangkit dari tempat duduknya.

Annyeong” aku melambaikan tangan. Ia membalasnya.

Aku melirik jam tanganku. Lima menit lagi masuk. Aku pun memutuskan kembali ke kelas juga.

***

“Jonghyun mana, sih! Ini terlalu berantakan. Aku susah menyusunnya” omelku sambil membuka kardus barang yang baru saja sampai.

Noona” tiba – tiba Taemin muncul di hadapanku.

Mwo!” sungutku kesal. Aku ingin marah jika teringat kejadian tadi pagi.

“Aku mau tanya”

“Tanya apa? Kau tidak lihat aku sedang sibuk”

“Aku dengar Yoseob pindah ke sekolahmu. Apa benar?” tanya Taemin.

“Yoseob? Nugunde?”

Aigoo! Kau tidak tahu siapa Yoseob?” Taemin bertanya dengan nada setengah menghina.

Molla. Memangnya aku perlu mengenal …, umm, siapa tadi?” aku balik nanya.

“Yoseob” ulang Taemin.

“Ah, entahlah. Untuk apa aku mengenalnya? Dia juga tidak tau siapa aku”

Noona, dia itu artis favoritku. Dia dan boybandnya sangat terkenal. Di antara keenam member lainnya, dialah yang paling terkenal dengan suara emasnya” lanjut Taemin.

“Tidak kau, tidak Jonghyun, sibuk membicarakan artis. Pusing aku” aku memegang kepalaku yang tidak sakit.

“Ahh, noona tidak gaul. Aku pulang saja. Aku ada ulangan besok. Percuma aku datang ke sini” Taemin beranjak pergi dari hadapanku.

“Ya sudah, sana! Mengganggu orang saja kau ini” aku memukul pantat Taemin.

Sepeninggal Taemin, aku kembali sibuk mengeluarkan barang dari dalam kardus. Cuma ada aku sendiri sekarang. Biasanya, aku dan Jonghyun yang menjaga malam. Sedangkan pagi hari, ada Jandi eonni, sepupu Jonghyun yang menjaga minimarket. Sesekali aku melihat jam dinding yang ada di pintu masuk minimarket. Sudah jam setengah enam sore. Tidak biasanya Jonghyun pulang latihan selambat kali ini.

“Permisi. Apa kau menjual shampoo?” tanya seseorang yang tiba – tiba  masuk dan ingin membeli shampoo.

Aku yang sedang menyusun barang sambil mendengar lagu jelas tidak mendengarnya.

“Permisi. Ya! Nona” teriaknya padaku. Aku masih belum menoleh.

“Nonaaa~” panggilnya sekali lagi. Ia menepuk bahuku agar aku sadar bahwa ada orang yang datang.

Ne …” aku membalikkan tubuhaku. Aku sangat terkejut melihat makhluk yang baru saja menepuk bahuku. Pemuda yang sangat tampan. Kulitnya putih bersih. Matanya kecil. Tingginya sekitar 177cm.

Minji tidak tau bahwa laki – laki ini adalah Yoseob, yang baru saja ia bicarakan bersama dongsaengnya tadi.

“Eh, Mian. Ada yang bisa saya bantu?” aku tersadar dari lamunanku.

“Kau ini. Harus kupanggil berapa kali sampai kau harus melihat?” omel Yoseob. Minji masih belum tau bahwa dia sedang berhadapan dengan artis besar, Yoseob.

Sombong sekali laki-laki ini. Untung tampangnya keren. “Mian. Saya sedang mendengarkan lagu. Ada yang bisa saya bantu?” ulangku.

“Aku butuh shampoo. Apa kau punya?” tanya Yoseob.

“Saya tidak punya. Tapi, minimarket ini menjualnya. Apa anda mau membeli?” tawarku.

“Maksudku begitu. Aku minta satu. Khusus pria.”

“Yang botol atau yang sachet?”

“Bagus yang mana? Aku tidak terbiasa membeli shampoo. Biasanya asistenku yang membelinya.”

“Sombong sekali. Dia pikir dia siapa?” gumamku dalam hati. “Lebih baik yang botol” ujarku sambil menyodorkan botol shampoo pada laki – laki itu.

“Aku pikir juga begitu” ujar Yoseob sambil memegang shampoo yang Minji berikan.

“Sudah tau masih nanya” seruku dalam hati. “700 won”

Laki – laki itu memberikan uang 10000 won.

“Apa anda mempunyai uang kecil?” tanyaku sambil membuka meja kasir.

“Ambil saja kembaliannya” teriak Yoseob sambil beranjak pergi sambil membawa shampoonya.

Ya! Kembaliannya” aku berteriak sambil memegang uang kembalian.

Yoseob membuka pintu minimarket dan berlalu tanpa mendengar panggilan Minji.

“Kenapa laki-laki itu? Aneh sekali. Tampan sih tampan. Tapi, kalo sok kayak gitu, mana ada cewek yang suka. Dasar!!” aku memasukkan kembali uang kembalian yang batal ia berikan.

***

Pagi itu, aku dan Taemin pergi sekolah lebih awal. Entah setan apa yang menghampiri Taemin, sehingga membuatnya siap pergi sekolah lebih awal dari biasanya. Aku berjalan santai di koridor sekolahku sambil sesekali ikut mendendangkan lirik lagu Magic Girl dari Orange Caramel, yang kebetulan sedang play di playlist mp4ku. Aku sangat menyukai girlband yang satu ini. Meski jarang melihat penampilan mereka di televisi, aku selalu mendapatkan info terbaru mereka dari Jonghyun. Ya, dia juga selalu memperbarui mp4 dengan lagu – lagu yang lagi booming sekarang.

Aku melewati kantin yang belum terlalu ramai. Tentu saja. masih terlalu pagi untuk mengisi ulang perut. Kecuali bagi mereka yang tidak sarapan di rumah sebelumnya. BRUUK! Tiba – tiba seseorang menabrakku dari belakang. Aku jatuh tersungkur. Mp4 yang aku pegang terlepas dari genggamanku. Aku melihat laki – laki terjatuh tepat di depanku. Ternyata, dialah orang yang telah menabrakku. Dia masih bisa bangkit dan menghampiriku yang meringis kesakitan sambil memegang kedua lututku. “Kwaechana-yo?” tanyanya. Aku menoleh. Hey! Aku pernah bertemu laki – laki ini. Tapi di mana? “Yoseob… Yoseob…” terdengar teriakkan segerombolan betina yang seolah – olah haus akan belaian laki – laki beberapa meter di belakang kami. Urat leher laki – laki itu menegang. “Mian, aku harus kabur. Kalau kita bertemu lagi, mp4mu yang rusak itu akan ku perbaiki” setelah mengucapkan kalimat itu, laki – laki yang mungkin bernama Yoseob itu menghilang dari hadapanku. MWO! Memperbaiki mp4ku?! Aku mengedarkan pandangaku ke sekeliling. “Aigooo~!” seruku panjang. Aku melihat lemas pada mp4ku yang sudah rusak. Kaca pelindung LCDnya lepas. Aku ingin menangis. Tapi, tak mungkin di sini. Aku teringat pada perjuanganku beratku 7 bulan yang lalu. Aku rela puasa mengisi perut selama sebulan di kantin demi membeli mp4 yang sudah lama aku idam-idamkan sejak kelas 3 SMP. Karena terlalu singkat berpuasa, uangku masih belum mencukupi agar bisa membeli barang kesayanganku ini. Oleh karena itu, Jonghyun pun rela puasa jajan, dan menambahi uangku agar cukup membeli mp4 yang sangat kuinginkan. Sejak saat itu, aku berjanji akan menjaga barang ini sebaik mungkin, karena Jonghyun ikut serta berjuang membantu memperolehnya. Tapi kini. Oh tidak! Airmataku sudah berkumpul di kelopak mata. Satu kedipan saja, turunlah mereka semua. Aku melihat jam tanganku. Masih lima belas menit lagi dari bel masuk. Aku segera berlari menuju kamar cewek yang ada di dekat kantin sebelum air mataku tumpah dan menjadi tontonan satu sekolah.

Aku menatap mataku di cermin kamar mandi. Benar. Sekali kedipan saja, air mataku jatuh. Aku menghidupkan keran wastafel dan membersihkan mataku. Sedang asyik membasuh mata, terdengar suara pintu terbuka. Perasaan tadi tidak ada suara orang. Buang air besar mungkin. Seseorang membuka pintu kamar kecil yang berada tepat di belakangku. Hey! Itu laki – laki. Spontan aku berteriak karena melihat laki – laki yang berada di kamar kecil perempuan. Mau apa dia di sini kalau bukan untuk mengintip?

“Hussst! Joyonghan!” bisiknya sambil membekap mulutku. Aku jelas memberontak. Mau apa laki – laki ini? Tanpa pikir panjang, aku menggigit tangan laki – laki yang ternyata orang yang menabrakku di koridor sekolah barusan. Dia melepaskan bekapannya dan memegang tangannya yang aku gigit. Baru saja aku ingin berteriak lagi, orang itu mengambil langkah seribu. Mungkin takut di hajar massa. Sedangkan aku, hanya berteriak … “YA! YA!” Sayangnya, orang itu tidak menoleh. Aku pun melanjutkan membasuh mataku dan memutuskan masuk ke kelas sebelum bel berbunyi.

***

“Kau kenapa? Lesu sekali?” Jonghyun memegang dahiku.

“Aku tidak sakit” aku menjauhkan dahiku dari tangan Jonghyun.

“Aku tidak tanya kau sakit. Aku tanya kenapa kau begitu lesu?” ulang Jonghyun.

“Kenapa kau meletakkan tanganmu di dahiku?”

“Memangnya salah?”

“Uhm, tidak sih”

“Lalu kenapa?” tanya Jonghyun lagi.

“Tadi aku jadi. Lihat ini” aku memperlihatkan kedua lututku yang memerah. Memang tidak semerah setelah beberapa saat aku jatuh tadi pagi.

“Ini kenapa?” tanya Jonghyun cemas sambil memegang lututku pelan.

“Tidak kenapa – napa. Aku di tabrak orang waktu lagi jalan. Orangnya malah lari. Dasar sialan orang itu!” umpatku.

“Untunglah kau tidak apa – apa” kata Jonghyun pelan.

“Tidak apa – apa bagaimana? Ini sakit tau! Aku harus menahan tangisku tadi” aku mengomel pada Jonghyun. Jonghyun hanya tertawa melihatku.

“Eh, sepertinya aku pernah ketemu orang itu. Di mana, ya?” ujarku.

“Laki – laki atau perempuan?” tanya Jonghyun.

“Memangnya kenapa?” tanyaku heran.

“Kalau laki – laki, mungkin dia jodohmu. Kalau perempuan, dia pasti jodohku. Hahaha …” ujar Jonghyun lalu tertawa lepas. Aku menjitak kepalanya.

“Mana mungkin, pabo. Sepertinya dia orang terkenal. Dia menabrakku karena dikejar segerombolan perempuan. Kalau tidak salah, namanya …” aku berpikir – pikir. Jonghyun menungguku lanjutanku.

“Ah, iya! Namanya Yoseob” lanjutku. Jonghyun terkejut mendengar perkataanku barusan.

Mwo? Yoseob katamu?” tanya Jonghyun seolah tak percaya.

“Iya. Memangnya kenapa?” tanyaku tambah heran.

“Minji-na. Dia itu artis besar. Ternyata dia benar – benar pindah ke Daegu. Aku pernah membaca artikelnya di internet. Katanya hanya gossip. Ternyata, itu memang benar” jelas Jonghyun panjang lebar. Aku tidak memperhatikannya.

Ya! Minja­-na! Kau tidak mendengarku?” Jonghyun mengguncang – guncang bahuku.

“Ahh, aku baru ingat. Dia yang membeli shampoo waktu itu. Yang langsung pergi tanpa mengambil kembaliannya” ucapku.

Omo~ kau sangat beruntung sudah bertemu dengannya dua kali” seru Jonghyun takjub.

“Beruntung apanya. Lihat ini!” seruku sambil memperlihatkan mp4ku yang rusak akibat terbanting karena ditabrak Yoseob tadi pagi.

“Ini kenapa?” tanya Jonghyun.

“Dia yang membuat ini rusak. Dia harus menggantinya. Aku akan mencegatnya pulang sekolah nanti” ujarku sambil mengepalkan tanganku.

“Sudahlah. Biar nanti aku yang ganti” Jonghyun menenangkanku.

Andwae! Mp4 ini sangat berharga. Ada keringat kita di dalamnya” jelasku. Jonghyun hanya diam.

***

“Sssst! Min. Min~” aku memanggil Min setengah berbisik di tengah pelajaran Mr. Kim. Min menoleh.

Wae?” tanyanya.

“Kau tau tentang artis yang pindah ke sekolah kita?” aku iseng bertanya. Siapa tau Yoseob memang artis.

Mwo? Aku tidak dengar” tanya Min sambil membungkukkan badannya ke arahku.

“Artis yang pindah ke sekolah kita” ulangku sambil menekankan pada kata artis.

Mwo? Anak autis?” ulangnya Min yang masih belum bisa mencerna pertanyaanku dengan baik.

“Artis. A R T …” belum sempat aku menyelesaikan kata – kataku, “MINJI! MIN!”

Deg! Jantungku serasa mau lepas dari tempatnya. Aku menengadahkan kepala. Aigo! Mr. Kim berdiri tepat di samping tempat dudukku.

“Kalian pikir ini jam istirahat!?” seru Mr. Kim galak.

Aku dan Min hanya menundukkan kepala. Tidak berani menjawab. Semua orang juga tau. Menjawab guru yang satu ini akan mendapat masalah besar.

“Keluar kalian berdua. SEKARANG!” perintahnya.

Aku dan Min keluar kelas sambil menundukkan kepala. Tidak berani menatap sekeliling.

“Gara-gara kau, sih! Mau menggosip saat jam pelajaran. Pelajaran Mr. Kim lagi” omel Min sambil memukul – mukul pundakku.

“Maaf, Min. Aku bosan. Aku kira mudah mengobrol saat pelajaran Mr. Kim” aku mencoba menjelaskan alasanku pada Min.

“Kau mau tanya apa tadi?” tanya Min masih kesal.

“Ah, baiklah. Aku mau tanya tentang artis yang pindah ke sekolah kita” tanyaku.

Mimik muka Min langsung berubah waktu aku mengatakan ‘artis yang pindah ke sekolah kita’. Ini pertanda baik atau pertanda buruk?

Omo~, kau pasti mau bertanya tentang kekasih hatiku, kan?” ujar Min sambil tersenyum manis. Kekasih hati? Siapa?

“Aku tidak bertanya tentang kekasih hatimu atau sebagainya. Aku mau tanya tentang artis” aku mencoba menjelaskan kembali pertanyaanku. Barangkali Min yang agak micheo ini tak mengerti maksudku.

“Aku tau, Minji. Kau mau bertanya tentang Yoseob, kan? Kekasih hatiku nan sangat tampan” ujar Min dengan mata dan senyum yang berbinar- binar.

“Kau tau tentang artis yang bernama Yoseob?” ulangku lagi.

“Tentu saja, Minji. Aku ini fansnya. Masa tidak tau tentang dia” ujar Min sambil menunjuk – nunjuk bangga pada dirinya.

“Setenar itukah dia? Sampai – sampai semua siswi di sekolah ini mengejarnya” ujarku lagi.

“Tentu saja. Kau tidak tau. Dia itu artis paling terkenal saat ini. Dia juga artis termuda tapi paling kaya di seantero Korea Selatan ini” jelas Min menggebu – gebu.

“Ahh, kau sama saja seperti adikku. Terlalu membanggakan dia” aku mencoba menghilangkan topic mengenai Yoseob dengan Taemin. Kata teman – temanku, Min naksir sama adikku yang satu itu.

“Ya pastinya, dong! Bahkan, leader boybandnya saja kalah pamor sama Yoseob. Makanya, kau cari artis idola. Jangan cuma sama si Jonghyun” ujar Min. “Eh, ngomong – ngomong adikmu apa kabar?”

“Ahh, adikku. Sepertinya dia sudah punya namjachingu. Aku masuk ke kelas, ya” ujarku sambil tersenyum kemudian kembali masuk ke kelas karena pelajaran Mr. Kim sudah habis.

Mwo!?”

***

“Apa sebaiknya nanti pulang sekolah dia ku hadang, ya? Untuk memperbaiki mp4ku?” aku berpikir dalam hati. Aku berpikir bagaimana cara memperbaiki mp4 ku yang rusak.

“Kalau ku hadang dia, aku bisa mati digebuk oleh fansnya. Tapi, bagaimana cara memperbaiki ini. Uangku pasti tidak cukup” aku berpikir dalam – dalam.

“Sudahlah. Ku hadang saja dia. Dia harus bertanggung jawab” putusku akhirnya.

Noona!” aku tersentak kaget karena kejutan seseorang. Aku mengangkat kepalaku dari atas mejaku.

YA! Kenapa kau ke sini?” teriakku setelah tau orang itu adalah Taemin. “Berani sekali kau datang ke sini”

“Memangnya aku akan digebuk orang hanya karena masuk ke SMA Daejin. Aku mau bertemu Yoseob. Kau tau kelasnya tidak?” tanya Taemin.

“Kau mau apa ketemu dia?” tanyaku sangar.

Noona. Jangan kejam seperti itu padaku. Aku kan adikmu” ujar Taemin sambil tersenyum manis.

“Ahh, aku malas mempunyai adik sepertimu. Aku tidak tau kelasnya” Aku kembali meletakkan kepalaku di atas meja.

“Ayolah noona. Antarkan aku ke kelasnya. Tanya saja pada temanmu kelasnya di mana? Aku mau memberikan ini” Taemin menyikut – nyikut lengan kiriku sambil menunjukkan bekal makan siang yang ia bawa.

“Jadi, kau bangun pagi hanya karena ingin membuatkan artis itu bekal? Dasar!” aku menjitak kepala Taemin. Dia hanya tersenyum.

“Kalau kau berani, tanyakan pada hyung itu? Kalu kau mendapat jawabannya, akan ku antarkan ke kelasnya” tantangku sambil menunjuk laki – laki gendut yang menyeramkan teman sekelasku.

Taemin berlari ke arah Shindong, orang yang ku tunjuk. Ia memukul punggung Shindong. Berani sekali dia. Aku melihatnya dari jauh. Sambil tersenyum penuh kemenangan, dia kembali ke tempat dudukku.

“Kelas 2-15” ujarnya sambil tersenyum.

MWO! Mudah sekali kau mendapatkan jawabannya. Aku saja tidak tau. Kau tidak takut pada Shindong?” tanyaku penasaran.

“Dia itu oppa temanku. Aku pernah sekali bermain ke rumahnya” jelas Taemin. Hubungan yang baik antara senior dan junior. “Kau harus mengantarku ke sana. Sekarang!” perintahnya. Tidak sopan anak ini.

Kaja” aku bangkit malas – malasan dari kursiku. Menyebalkan. Baru saja ingin malas – malasan saat jam istirahat, Taemin muncul di hadapanku. Setelah menyusuri koridor sekolah, kami berdua tiba di kelas 2-15. Ramai sekali. Banyak siswi perempuan di depan maupun di dalam kelas. Dari jauh saja sudah kelihatan.

“Ayo, noona. Kita harus cepat. Sebentar lagi jam istirahat akan habis” Taemin menarik tanganku kuat menerobos masuk ke kelas 2-15. Aku mengaduh kesakitan karena tak sengaja menabrak siswi yang sedang berdiri di dekat pintu.

Aku masih belum tau yang mana Yoseob sebenarnya. Di kelas itu, banyak siswa yang tampan. Setelah berhenti di depan sebuah meja disesaki oleh banyak siswi, barulah aku tau orang yang bernama Yoseob itu. Memang laki – laki yang tadi pagi menabrakku. Ahh, mp4 ada di kantongku. Sekalian saja aku minta dia memperbaikinya.

Hyung!~” seru Taemin setelah tiba di meja Yoseob yang dipenuhi bekal dari para gadis SMA-ku. Yoseob menoleh pada Taemin dengan wajah yang dingin.

“Aku fansmu. Aku membawakan ini untukmu” ujar Taemin tanpa basa – basi dan kemudian menyodorkan bekal yang sudah ia persiapkan sangat rapi. Meski sangat rapi, kain pembungkus bekal sangat kusam dibanding kain pembungkus bekal lain yang ada di atas meja.

Ige mwo ya? Bentuknya sangat aneh. Singkirkan” seru Yoseob ketus sambil mendorong bekal dari Taemin dengan satu tangannya sehingga bekal itu jatuh berserakan di lantai. Wajah Taemin yang semula ceria, langsung berubah muram. Tampak sekali dia sangat sedih. Bekal yang susah payah ia buat disia – siakan begitu saja oleh artis idolanya.

Kaja, noona. Sebentar lagi kau masuk bukan” Taemin mengajakku balik. Nampak jelas wajahnya murung.

YA! Neo!” seruku sambil menunjuk Yoseob. Dia tampak terkejut.

Ne. Ada masalah denganku?” tanya enteng.

“Jelas ada, artis sombong” nada bicaraku mulai tinggi. Emosiku meluap – luap. “Kau sangat tidak tau sopan santun. Jangan mentang – mentang artis, berlaku seenaknya pada dia” ucapku sambil menunjuk Taemin. Taemin dan siswa yang ada di kelas itu terperangah melihat berbicara sekasar itu pada artis terkenal.

“Asal kau tau, dia rela susah payah bangun pagi hanya untuk membuatkan bekal untukmu. Aku saja sebagai noonanya, tidak pernah dia istimewakan seperti itu. Just say kamsahamnida apa susahnya? Tidak membuatmu rugi, kan? Atau karena covernya yang kusam, kau menilai isinya beracun? Maaf saja. Aku tau perkembangan nasi di dalam bekal itu mulai dari ia ditanam hingga dipanen karena yang menanamnya adalah appaku” ujarku setengah berteriak. Yoseob jelas terkejut melihat orang yang berani melawannya.

“Kenapa diam? Kau terkejut melihat orang biasa sepertiku berani melawanmu yang sangat kaya, hah?! Artis sih artis. Tapi, kalau fansmu tau kau artis yang begitu angkuh, aku yakin, akan banyak antifansmu di luaran sana. Pastinya, aku dan naui namdongsaeng akan mendaftar dan menjadi admin di forum antifans itu” aku mengakhiri ‘pidato’ pendekku, lalu menggenggam tangan Taemin bersiap keluar dari ruangan yang memuakkan itu.

“Kau siapa?” tanya Yoseob pendek menghentikan langkahku. Aku berbalik.

“Kau tak perlu mengenalku. Tapi, kau akan mengenalku jika kau memperbaiki ini” aku meletakkan mp4ku yang rusak di atas meja Yoseob dan berlalu membawa Taemin dari hadapannya.

***

Noona, aku kagum padamu” ujar Taemin saat kami berada di dapur rumah menyiapkan makan malam. Malam itu aku absen menjaga minimarket Jonghyun.

“Aku sudah tidak tahan melihatnya. Kau diam saja dintimidasi seperti itu. Kalau aku laki – laki, sudah aku pukul perutnya. Kutinju wajahnya” ujarku sambil mempraktekkan apa yang kukatakan.

Annyeonghaseyo~” samar – samar terdengar suara ketukan pintu rumah.

“Ahh, sepertinya appa gurigo eomma sudah pulang dari sawah. Noona bukakan pintu sebentar, ya” aku berlari kecil menuju pintu depan yang kelihatan dari dapur.

appa, eomma, sudah jam setengah tujuh kenapa baru pul …” suaraku terhenti ketika melihat orang yang datang. Yoseob. Ya, kenapa dia yang datang? Darimana dia tau alamat rumahku?

YA! Kenapa kau datang?! Mau menghina rumahku yang jelek?” seruku tinggi.

Annyeong. Tidakkah kau persilahkan tamu untuk masuk?” tanyanya sok innoncent.

“Rumahku tidak muat jika kau harus masuk. Kami tidak punya sofa yang bagus”

“Taemin-na­~ hyungmu datang membawakan bekal makan malam” Yoseob berteriak memanggil Taemin tanpa izin.

Hey! Kau tidak sopan” aku memukul perutnya. Spontan ia memegang bagian perutnya yang aku pukul.

“Ada apa, noona? Aku mendengar ada pria memanggilku. Jonghyun hyung datang, ya?” tiba – tiba Taemin muncul. “Ahh, sunbaenim. Annyeonghaseyo” seketika itu juga Taemin menundukkan kepalanya ketika melihat Yoseob di depannya.

“Jonghyun? Nugunde?” tanya Yoseob ketika Taemin mengucapkan nama itu.

“Dia itu sahabatku yang paling baik dan pastinya tidak sombong sepertimu” aku melenggang masuk ke dalam rumah.

“Ahh, Taemin-ni­. Aku mau minta maaf masalah tadi. Aku tidak bermaksud membuatmu kecewa. Aku hanya kesal pada fans fanatikku yang sebagian besar perempuan yang terlalu over protective tiap hari. Jeongmal mianhae” ucap Yoseob sambil menundukkan kepala.

“Ahh, jangan seperti itu, sunbae. Aku tidak memasukkannya ke dalam hati. Aku sudah memaafkanmu juga” ujar Taemin yang merasa tidak enak ketika Yoseob menundukkan diri.

“Jangan memanggilku sunbae. Panggil saja aku hyung seperti di sekolah tadi. Eh, bolehkah aku masuk? Aku membawa bekal makan malam untukmu. Tapi, jangan kau buang, ya?” canda Yoseob.

“Ahh, sun… maksudku hyung. Kau ada – ada saja” Taemin tersenyum mendengar canda Yoseob. “Ayo, masuk”

Noona, kita kedatangan tamu yang akan makan malam di sini” teriak Taemin “Hyung, kita tunggu orang tuaku dulu, ya. Pasti mereka sangat terkejut dikunjungi artis besar sepertimu.

“Aku sangat terkenal, ya?” tanya Yoseob.

“Tentu saja” jawab Taemin.

“Taemin, apa – apaan kau mengundang orang tak dikenal makan malam di rumah kita. Andwae!!” ucapku sinis.

“Sudahlah, noona. Ini siapakan juga, ya” Taemin menyerahkan bungkusan plastic yang dibawa Yoseob. Aku tidak bisa menolak karena orang tua kebetulan sampai di rumah dan heboh melihat kedatangan Yoseob.

***

YA! Kau kenapa meletakkan ini di laci mejaku?” aku menendang meja Yoseob. Dia yang tengah membaca buku setengah terkejut. Setelah sadar siapa yang menendang mejanya, dia melanjutkan membaca bukunya.

“Hey, pabo. Aku tanya kau” aku menendang sekali lagi mejanya.

“Kau tidak liat aku sedang membaca? Mengganggu saja” jawabnya pendek tanpa mengalihkan pandangannya. Aku tambah kesal.

“Aku letakkan ini disini. Jangan kasih lagi. Aku tak mau menerimanya. Dulu juga. Sudah sebulanan ini kau mengirim bekal untukku. Kau pikir aku mau …” kalimatku terhenti ketika telunjuk Yoseob menyentuh bibirku menyuruhku diam. Omo~ Sumpah! Aku belum pernah diperlakukan seperti ini oleh seorang laki – laki. Jonghyun pun tak pernah. Hey! Kok jantungku berdetak cepat?

“Jangan ribut. Aku paling malas kalau aku diganggu ketika membaca” lanjutnya tanpa melepaskan telunjuknya dari ujung bibirku.

Aku tersadar. Aku menepis lengannya. Untung, siang itu kelas Yoseob sepi. Hanya ada aku dan dia.

“Terserah kau. Aku tak mau menerimanya” kataku sambil meletakkan kotak berbungkus kain berwarna biru itu di atas mejanya, lalu beranjak meninggalkan kelas Yoseob.

Tanpa aku sadari, ada dua pasang mata yang melihat kepergianku. Mata sipit yang tersenyum dan mata sipit yang kecewa.

***

“Mau pulang tidak?” pertanyaan seseorang mengejutkanku. Aku menoleh. Ternyata itu Jonghyun.

“Tunggu. Aku bereskan ini dulu” ujarku sambil membereskan tumpukan kertas di atas mejaku. Kelas sudah sepi. Tinggal aku dan Jonghyun.

“Maaf terlambat. Aku tadi ketiduran. Kemaren ada show sampai tengah malam. Ayo pulang!” seru seseorang tiba – tiba dari pintu. Aku dan Jonghyun menoleh serempak.

“Ahh, ternyata ada yang menjemputmu, Minji” ujar Jonghyun. Aku merasa tersindir.

“Ahh, bukan siapa – siapa, Jjong” aku mencoba tenang. Kenapa aku merasa situasi ini sangat aneh? Ada aku, Jjong dan Yoseob. “Hey, kau! Memangnya aku memintamu ke sini?!” tanyaku ketus.

“Oh, ada temanmu rupanya. Aku kira kakimu masih terkilir seperti dua hari yang lalu. Kemaren aku cemas tak bisa mengantarmu pulang. Makanya, kuputuskan untuk mengantarmu hari ini” jelas Yoseob.

“Kakimu terkilir? Kapan? Kenapa kau tak cerita?” Jonghyun terkejut mendengar pernyataan Yoseob.

“Ahh, aku cuma tak ingin membuatmu cemas, Jjong. Ini kesalahannya. Membawa motor tidak melihat – lihat” aku menyalahkan Yoseob.

“Kenapa jadi menyalahkanku? Aku kan sudah bilang tidak sengaja. Aku pulang pagi waktu itu” protes Yoseob.

“Sudahlah. Aku pulang bersama Jonghyun hari ini. Oiya, terima kasih untuk dua hari yang lalu. Tapi, hari ini aku akan baik – baik saja. Karena aku pulang bersama sahabatku” ujarku sambil menunjuk Jonghyun.

“Baiklah. Aku duluan. Hari ini ‘panas’, ya?” ujar Yoseob sambil melirik Jonghyun. Aku tak mengerti apa maksud Yoseob. Tapi hari ini memang panas.

“Sudah sana. Mengganggu saja” aku kembali melanjutkan pekerjaanku yang sempat tertunda tadi. Yoseob pun meninggalkan aku dan Jonghyun di kelas.

***

“Kau sangat dekat dengannya sekarang” ujar Jonghyun membuka obrolan siang itu.

“Dengannya? Nugunde?” tanyaku.

“Dia. Artis terkenal itu” ujar Jonghyun.

“Ahh, Yoseob. Kau ingat kejadian yang aku ceritakan waktu dia membuang bekal dari Taemin?” Jonghyun tampak berpikir sejenak. Lalu mengganggukan kepalanya. “Sejak saat itu dia sering main ke rumahku. Bertemu Taemin. Appa juga eomma” jelasku.

“Sepertinya ada yang berbeda” ujar Jonghyun.

“Tidak seperti yang kau liat, Jjong. Dia itu selalu menggangguku. Aku tidak suka” ujarku.

“Aku tidak bertanya kau suka atau tidak padanya” ujar Jonghyun dalam.

“Apa maksudmu?” tanyaku.

“Kata orang, tidak suka adalah rasa suka yang sebenarnya” ujar Jonghyun sambil menundukkan kepalanya.

“Kau bicara apa, jjong?” tanyaku masih tak mengerti.

“Sudahlah. Lupakan saja. Jam berapa nanti kau ke minimarket?” Jonghyun berusaha mengganti topic pembicaraan. Ternyata sudah sampai di depan rumahku.

“Jam empat aku akan ke sana” kataku sambil melihat jam tanganku. “Annyeong~” ujarku sambil masuk ke dalam rumah. Jonghyun yang sudah berbalik hanya mengangkat tangan kanannya sebentar.

Jonghyun kenapa?

***

“Kau kenapa, Jjong?” tanyaku malam itu setelah kami melayani beberapa orang pembeli. Malam itu cukup ramai. Padahal sudah jam setengah sembilan malam.

“Memangnya ada yang aneh padaku?” Jonghyun balik bertanya.

“Kau tak tampak seperti biasanya. Ada masalah?” tanyaku lagi.

“Memangnya wajahku tampak menyedihkan?” tanya Jonghyun mencoba mencairkan suasan malam itu.

“Aku serius, Jonghyun” ujarku sambil memukul bahunya. Dia tertawa. Ahh, aku merindukan tawanya.

“Apa kau … pa…tah ha..ti?” tanyaku ragu. Tawa Jonghyun terhenti.

“Mengapa kau berpikir demikian?” tanyanya.

“Aku hanya menerka – nerka” jelasku.

“Aku tidak sedang patah hati. Tapi, aku sedang menyukai seseorang” ujarnya tanpa basa – basi.

MWO! Kenapa kau tak cerita?” ujarku bersemangat.

“Aku takut mengganggu pekerjaanmu. Aku tau kau sedang banyak tugas” ujarnya setengah menunduk.

“Aku ini sahabatmu, pabo. Biasa saja” ujarku memukul bahunya lagi.

“Ini tidak biasa bagiku. Aku merasa, aku akan, bertepuk sebelah tangan” Jonghyun menundukkan kepalanya. Dari sorot matanya, tampak jelas kalau dia sedang bersedih. Sahabat macam apa aku ini. Tidak mengerti perasaan sahabatnya sendiri.

Chingu-ya. Apa kau sudah menyatakan perasaanmu?” tanyaku antusias. Jonghyun menggelengkan kepalanya.

“Belum nyatakan saja sudah bicara bertepuk sebelah tangan. Gadis macam apa dia sampai tega menolak lelaki tampan dan baik sepertimu. Tidak mungkin” ujarku berusaha menghibur Jonghyun. Dia tersenyum tipis.

“Kalau gadis itu kamu? Apa kau mau menerimaku?” pertanyaan Jonghyun sangat mengejutkanku. “Misalnya” ralat Jonghyun.

“Kalau aku, tentu saja akan menolakmu. Kau pabo dan tidak sopan. Tapi, ada nilai tambahnya. Kau tampan dan baik. Kalau aku gadis itu, mungkin aku akan berpikir dua kali jika ingin menolakmu” ujarku sambil tersenyum.

“Jadi kau akan menerimaku?” tanyanya lagi. Aku menggangguk.

“Nyatakan padanya. OK!” ujarku sambil mengacungkan jempolku. Jonghyun hanya diam. Aku sungguh tak mengerti kelakuan anehnya belakangan ini.

***

“Aku pulang sendiri saja malam ini. Jalanan sepertinya masih ramai” ujarku pada Jonghyun yang mengunci pintu minimarket. Jonghyun melirik jam tangannya.

“Sudah jam sembilan lewat. Apa kau yakin?” tanyanya ragu.

“Kau tenang saja, Jjong. Mana ada yang mau menggangguku” kataku lagi.

“Ahh, baiklah. Hati – hati di jalan” ujarnya sambil melambaikan tangan padaku. Aku membalasnya.

Jarak rumahku dan minimarket Jonghyun kurang lebih 2 kilometer. Tak biasanya aku pulang selarut ini. Biasanya jam delapan kami sudah tutup. Hari ini cukup ramai. Aku dan Jonghyun saja sampai kewalahan melayani pembeli malam ini.

Satu kilo sebelumnya, jalanan Apgeujong sangat ramai. Satu kilo sesudahnya, sangat sepi. Hanya lampu jalanan yang menerangi. Pikiranku mulai horror. Konon katanya, kawasan ini cukup mengerikan ketika malam hari. Apalagi aku sendirian. Aku mempercepat langkahku. tiba – tiba, aku merasa disinari oleh cahaya lampu. Oh no! Jangan sampai ada penampakan aneh di belakangku. Aku belum siap menerimanya. Aku masih muda.

Cahanya itu terus mengikutiku. Aku ingin berlari rasanya. Tapi, kakiku tak kuat. “tiiit, tiit…” terdengar klakson motor di belakangku.

Aigo~ hantunya pakai motor. Bisa mati ditabrak aku. Aku mempercepat langkahku. Jangan – jangan bukan hantu. Tapi, perampok. Omo~ apa yang harus aku lakukan?

“tiiiiitt… tiiiit…” suara itu makin jelas. Aku yakin ini bukan hantu atau pun sejenisnya. Aku melihat kerikil di depanku, mengambilnya, lalu berbalik dan langsung melempar pengendara motor yang menguntitku. Tepat mengenai helmnya. Setidaknya, mengaburkan pandangan pengendara motor itu. Setelah itu, aku lari tunggang langgang. Tapi, rumahku masih jauh. Bagaimana ini?

“Minji-na­. Ini aku” pengendara sepeda motor itu mengenaliku, dan aku mengenali suaranya. Hey! Itu Yoseob.

Aku berbalik badan dan melihat ke sepeda motor yang tadi kulempari kerikil bertubi – tubi. Ya, itu Yoseob. Tampak ia sedang mengusap – usap kaca helmnya.

YA! Kenapa kau menguntitku. Aku ini bukan artis. Seharusnya kau yang diikuti oleh fans fanatikmu. Jangan – jangan, kau adalah fansku, ya?” ujarku tanpa minta maaf telah melemparinya.

“Aku tidak menguntitmu, pabo. GR sekali. Tadi aku melihatmu dari seberang jalan itu. Tidak biasanya kau tidak diantar Jonghyun, sahabatmu itu” ujar Yoseob tetap mengusap – usap kaca helmnya.

“Kalau tidak menguntit lalu apa lagi? Dasar stalker kacangan” ujarku garang.

“Aku mau mengantarmu pulang. Ayo cepat. Aku harus segera pergi” paksanya.

“Kau ini. Seenaknya saja. siapa suruh kau ke sini. Sudah sana. Kau mempunyai urusan yang sangat penting sepertinya” aku menendang ban depan motornya.

“Tidak bisa begitu. Kau harus mau kuantar. Sudah susah – susah aku berputar dan rela terlambat ke tempat kerjaku hanya untuk mengantarmu, masa aku harus pulang begitu saja” dia ngotot mengantarku.

“Aku tidak mau” teriakku.

“Hoi, ini bukan di hutan. Naik apa susahnya, sih?” tanyanya lagi.

Andwae~!!” teriakku panjang. Yoseob menarik tanganku.

Kaja” ujarnya singkat sambil meng-gas motornya. Awalnya, aku diam saja. Melihatnya yang keras kepala, hatiku pun luluh juga. Aku pun melompat ke jok motor belakangnya. Seketika itu juga Yoseob meng-gas kencang motornya. Aku yang tersentak kaget langsung memegang pinggangnya. Tanpa kusadari, Yoseob tersenyum sambil memegang tanganku yang melingkar di pinggangnya, seolah ingin memberiku perlindungan.

Dari kejauhan, tampak seseorang menendang batang pohon penuh kekecewaan.

***

“Taemin, kenapa kau belum tidur?” aku terkejut melihat Taemin masih duduk di depan televisi didekat ruang tamu.

“Ada siaran langsung boybandnya Yoseob hyung, noona” jelasnya tanpa melihatku.

Aku kaget mendengar jawaban Taemin. Pantas Yoseob tampak tergesa – gesa. Jadi, ini yang dimaksudnya pekerjaan tadi.

“Ahh, noona. Sudah mulai” teriak Taemin kegirangan.

“Kau ini. Seperti tidak pernah bertemu dengan saja” ujarku sambil tertawa.

“Aneh. Yoseob hyung eodinde?” Taemin memperhatikan televisi lekat – lekat. Aku ikut – ikutan memperhatikan. Lagu pertama habis tanpa penampilan Yoseob. Aku menjadi cemas. Jangan – jangan terjadi sesuatu di tengah jalan.

Lagu kedua akan dimulai. Yoseob masih belum tampak. Aku tambah cemas. Di pertengahan lagu, dia muncul. Aku mengutuknya pelan sambil tersenyum lega.

“Itu dia, baru muncul” ujarku.

“Kenapa dia selambat ini?” tanya Taemin.

“Mana noona tau. Memang aku ini managernya” aku tidak memberitahu Taemin kalau Yoseob terlambat karena mengantarku pulang dulu. Bisa diomeli Taemin aku malam ini.

Lagu kedua habis dinyanyikan. Yoseob beserta kelima member lainnya berdiri di tengah stage. MC acara menghampiri mereka berenam.

“Yoseob, tak biasanya kau terlambat?” tanya MC.

“Ahh, aku mengerjakan tugasku sebelum ke sini. Ternyata, motorku ada kerusakan mesin. Mianhae untuk fansku” ucapkan sambil menundukkan kepalanya 90º.

“Bohong, bohong” seru member lain berebutan. Yoseob tersenyum malu – malu.

“Ayo kita tanya pada leadernya” MC menghampiri Doojoon, sang leader.

“Dia mengantar pulang yeoja-chingunya pulang” fans berteriak histeris ketika mendengar pernyataan Doojoon. Begitu pun aku.

“Ahh, hyungku sudah punya yeoja-chingu” seru Taemin sambil tersenyum.

Yeoja-chingu? Siapa maksudnya? Tak mungkin aku” gumamku dalam hati.

“Benarkah?” tanya MC seolah tak percaya.

“Tidak benar. Aku belum punya pacar. Tapi, aku suka pada seseorang” lanjut Yoseob membuat fans yang ada di sana tambah menjerit histeris. Mungkin sebagian ada yang pingsan mendengar pernyataan Yoseob barusan.

“Masih rahasia rupanya” ujar MC. “Ada yang ingin kau sampaikan pada orang yang kau sukai itu?” lanjut MC.

“Hmm, orang yang ku suka. Yang baru saja aku antar pulang. Yang melempariku dengan kerikil. Yang selalu mengembalikan bekal dariku. SARANGHAEYO~!!” teriakan Yoseob mengalahkan teriakan fansnya.

MWO!” aku terkejut mendengar pernyataan Yoseob barusan. Dia menembakku. Lewat televisi. Apa benar? Tidak mungkin~

“Kau kenapa noona?” tanya Taemin. Aku diam saja. Aku mencoba mencubit tanganku. Sakit. Berarti ini nyata.

***

“Apa maksud Yoseob di televisi kemaren?” tanya Jonghyun sepulang sekolah di belakang SMA Daejin.

“Apa maksudmu?” aku balik bertanya.

“Sudahlah, Minji. Kau pikir aku ini bodoh? Jawab pertanyaanku. Aku menonton acara itu” suara Jonghyun meninggi.

“Aku tak mengerti maksudmu. Acara apa? Yoseob dan boyband banyak menghadiri acara di berbagai stasiun televisi” aku mencoba menenangkan diri.

“Acara malam tadi. Yoseob mengantarmu pulang. Kau melemparnya dengan kerikil. Kau mengembalikan bekal darinya. Aku tau semuanya, Minji! Aku lihat semuanya!” seru Jonghyun “Katakan padaku. Kau menyukai Yoseob atau tidak?!”

“Bukan urusanmu!” baru saja aku ingin pergi, tanganku dipegang erat oleh Jonghyun.

“Jawab aku, Minji! Jawab aku!” seru Jonghyun dengan emosi. “Katakan padaku. Kau menyukai Yoseob atau tidak?!” ulangnya lagi.

“Kalau iya kenapa?! Kalau tidak kenapa?!” emosiku terpancing. “Apa urusanmu?”

“Baiklah, aku ambil jawaban pertama” ujar Jonghyun tertunduk. “Baiklah. Aku akan pergi” Jonghyun beranjak dari tempat ia berdiri.

“Kau sendiri tidak menjawab pertanyaanku dan pergi begitu saja. Kau banyak berubah” ujarku. Langkah Jonghyun terhenti.

“Bukan aku yang berubah. Kau yang mengubahku” ujar Jonghyun lemah

“Aku mengubahmu? Bagaimana caranya. Kau berubah egois sekali. Kasar” ucapku dengan nada menahan emosi. Jonghyun berbalik mendekati dan memegang wajahku. Wajah kami hanya berjarak beberapa senti.

“Kau bilang kau tidak mengubahku?! Asal kau tau, Minji” ucap Jonghyun terengah – engah.  “Aku, Kim Jonghyun telah jatuh cinta dan menyukai sahabatnya sendiri, Shim Minji. Dasar Kim Jonghyun pabo. Jatuh cinta pada sahabatnya sendiri” dia mengutuk – kutuk dirinya sendiri. Aku terperangah. Tidak percaya. Jonghyun melepaskan tangannya dari wajahku.

“Jadi…, gadis yang kau ceritakan itu …” aku tidak sanggup melanjutkan kalimatku.

“Ya, gadis yang kuceritakan itu adalah KAU. KAU yang kucintai. KAU juga yang menyuruhku menyatakan perasaan ini, bukan. Jawabanmu waktu itu, aku tidak yakin” suara Jonghyun kembali melemah. Matanya yang sipit tampak sayu.

“Maaf, Jjong. Aku tidak bisa menerimamu” aku berusaha tidak menyesal mengucapkan hal yang terakhir. “Mianhae” ucapku menahan tangis.

“Kenapa Minji?! Kau bilang akan berpikir dua kali jika ingin menolakku. Aku memang tak sekeren Yoseob. Tak bisakah kau menerimaku? Untuk kali ini saja” Jonghyun mengguncang – guncangkan tubuhku. Air mataku pun meleleh.

“Kau sahabatku, dan selamanya tetap sahabatku. Neo naega oppa. Selamanya tetap naega oppa. Kau harus mengerti itu” aku mencoba menjelaskan pada Jonghyun. “Mianhae

Gwaechana. Aku sudah yakin aku akan mendapatkan jawaban ini. Gomawo, aku bisa menyampaikan perasaanku. Aku lega sekarang” Jonghyun menundukkan kepalanya. Begitu pun aku. Kami sama – sama tak bersuara hingga beberapa detik. Kami larut dalam pikiran masing – masing.

Oppa” ucapku ragu sambil mendekati Jonghyun. Jonghyun mengangkat kepalanya. Aku menghambur kepelukannya. Bahagia, bila memiliki oppa sebaik Jonghyun. Tanpa ku sadari, seseorang datang tepat di saat aku memeluk oppa baruku.

Mianhae, oppa. Jeongmal mianhae” ucapku lagi.

Gwaechana. Jeongmal gwaecahana-yo” canda Jonghyun. Aku tertawa. Dia mengacak – acak rambutku. Kami sangat senang. Tapi, orang itu kecewa melihat kami berdua. Orang itu berbalik meninggalkan kami yang tertawa.

“Kau harus mengatakan ini semua padanya. Harus” ujar Jonghyun berusaha tegar. Semua itu tampak jelas dimatanya.

“Pasti, oppa” ucapku sambil tersenyum, berusaha menyimpan seluruh kegalauan hatiku.

***

Sudah lima hari aku tak melihat Yoseob. Dia juga tak lagi mengirimku bekal – bekal berbungkus kain biru. Aku rindu waktu dia menggangguku. Rupa wajahnya ketika aku mengembalikan bekalnya. Aku rindu semuanya. Kuputuskan untuk bertanya dengan teman sekelasnya.

“Jinki!” teriakku ketika melihat Jinki, teman sekelas Yoseob lewat di depan kelasku.

Ne” Jinki berhenti di dekat pintu kelasku. Aku menghampirinya.

“Eh, aku sudah lama tidak liat Yoseob. Ke mana dia?” tanyaku.

“Kata teman – teman, Yoseob mengurus kepindahan ke New York. Kata mereka, Yoseob dan boybandnya akan debut di sana” jawab Jinki.

“Eh, apa benar?” tanyaku tak percaya.

“Benar” jawab Jinki. “Aku baca sebuah artikel, boyband Yoseob sudah lama mendapatkan tawaran ini. Entah kenapa mereka belum menerimanya. Alasannya karena Yoseob ingin menamatkan sekolahnya di sini. Tapi, Yoseob pula yang mengubah pernyataannya itu. Makanya, fans Yoseob banyak yang bingung. Aku sendiri juga bingung. Apa mungkin karena gadis yang dia sukai itu, ya?” tanya Jinki.

“Ah, aku juga tidak tau. Gomawo infonya, chingu” ujarku sambil menepuk pundak Jinki. Jinki menggangguk lalu beranjak pergi dari kelasku.

***

Sudah sepuluh hari Yoseob tidak masuk sekolah. Aku penasaran dengan keputusannya. Aku juga penasaran dengan pernyataannya di acara live music beberapa hari yang lalu. Kalau memang dia menyatakan perasaannya untukku, aku akan menjawabnya sekarang juga. Makanya, hari itu aku memutuskan menghampirinya langsung di kantor agensinya. Sudah satu jam lebih aku menunggu. Tapi, Yoseob masih belum nampak.

“Apa yang kau lakukan di sini?” suara seseorang mengejutkanku.

“Ah, aku ingin bicara denganmu” ujarku setelah sadar yang datang adalah Yoseob.

“Pulanglah. Angin hari ini cukup kencang. Kau bisa masuk angin nanti”

“Kau kenapa tidak masuk sekolah belakangan ini?” tembakku.

“Aku sibuk sekarang. Tak ada waktu untuk menjelaskan itu”

“Kau menjadi artis yang sombong kembali” desahku.

“Aku memang artis. Terserah kau mau menilaiku seperti apa”

“Kau suka padaku?” tanyaku langsung. Wajah Yoseob berubah drastis.

“Kenapa kau bicara seperti itu” tanyanya dingin.

“Aku hanya ingin tau” ucapku.

“Kau tidak perlu tau” jawabnya. “Pulanglah. Nanti ada yang mencarimu”

“Aku sudah pamit pada orang tuaku”

“Pulanglah. Aku tidak ingin menjadi masalah antara kau dan kekasihmu itu”

“Kekasih? Nugunde? Aku tidak punya kekasih” ujarku terkejut. Kenapa Yoseob berkata demikian?

“Aku bilang pulang, Minji! Urusanku masih banyak. Besok pagi aku sudah harus ke bandara Incheon terbang menuju New York dan tinggal di sana untuk beberapa saat. Demi karirku. Aku tidak mau semua yang sudah kupersiapkan selama ini sia – sia begitu saja” ucapnya tertahan. “Pulanglah. Aku tidak mau Jonghyun menyalahkanmu”

Aku terdiam. Aku berpikir sejenak. “Hey! Kau salah paham. Aku dan Jonghyun ti…”

“Sudahlah. Aku sudah lihat semuanya. Kau berpelukan di belakang sekolah. Aku lihat semuanya. aku tau semuanya” ujar Yoseob memukul – mukul dadanya.

Aku tertegun. Yoseob sudah salah paham. Dia hanya melihat kejadian yang seharusnya tidak dia lihat. Sekarang, dia tidak mau mendengarkan penjelasanku.

“Pulanglah. Besok aku akan terbang ke New York. Titip salam untuk Taemin. Gomawo sudah mau jadi fansku” ujarnya. Aku hanya menunduk. Tidak tau apa yang harus ku ucapkan selanjutnya.

Neo, berbahagialah dengan Jonghyun”

***

beberapa tahun kemudian …

Penumpang dengan No. Penerbangan K0826S8 tujuan Korea Selatan, harap segera menuju pesawat” panggilan ini terdengar disela – sela kesibukan bandara Soekarno – Hatta. Ada yang berlarian ketika mendengar pengumuman ini, dan ada juga yang masih santai membawa kopernya.

Passengers flight K0826S8 direction South Korea, please to go to airplane” panggilan itu kembali terdengar, namun dalam versi Inggris.

“Akhirnya pulang juga ke Apgujeongku sayang” gumamku dalam hati. Aku dan rekanku sesama pramugari berjalan santai menuju pesawat dengan nomor penerbangan yang sama. Kami harus berada di dalam pesawat setengah jam sebelum penumpang masuk.

“Minji, biar aku saja yang menyiapkan snacknya. Kau menerima penumpang di pintu belakang, ya” ujar Yuri, rekan sesama pramugariku. Aku mengangguk sambil tersenyum. Aku berjalan menuju pintu belakang pesawat.

Your ticket, ma’am” ujarku ramah pada perempuan yang menggunakan stelan blazer berwarna coklat. Wanita yang mungkin berumur empat puluh-tahunan itu memperlihatkan tiket dan paspornya. Setelah membaca sekilas, aku mengembalikan tiket dan paspornya. “Thank you” ujarku sambil tersenyum.

Your welcome” ucap wanita itu.

Setengah jam lagi pesawat akan take off. Terdengar mesin pesawat dihidupkan. Pintu pesawat juga sudah ditutup oleh dua orang pramugara. Aku, Yuri, Minhwan, dan Minhyuk bertugas di bagian dapur pesawat. Sedangkan, empat orang rekanku lainnya bertugas di belakang kokpit pesawat. Yuri tengah memperagakan cara menggunakan safety-belt dengan baik dan cara menyelamatkan diri apabila terjadi kesalahan pada penerbangan. Aku memutuskan memeriksa penumpang yang mungkin membutuhkan bantuan kami.

Annyeonghaseyo, yeodongsaeng. Ada yang bisa eonni bantu?” tanyaku ketika melihat anak perempuan kecil berumuran sembilan tahun yang sepertinya orang Korea kesusahan memakai safety-belt.

Ne, eonni. How to use it?” tanyanya.

Can’t you use hangul well?” tanyaku heran sambil membetulkan safety-beltnya. Anak itu menggeleng.

I has been lived in Indonesia since I was two years old. Now, I want to visit my grandma and grandpa in Incheon” jelasnya.

Oh, you want to get a holiday with your grandma? Have a nice holiday” ucapku sambil tersenyum setelah membantunya menggunakan safety-beltnya.

Ne~ gomawo, eonni” ucapannya lancar. Aku tersenyum padanya.

Aku berkeliling lagi. Aku melihat seorang pemuda seumuranku yang tertidur di bangku ketiga dari depan. Di sebelahnya, tampak seorang pemuda yang seumuranku juga, sedang membaca Koran pesawat kami. Dia menggunakan kacamata hitam. Bak orang penting. Begitu pun dua penumpang di seberangnya dan satu orang penumpang di depannya menggunakan kacamata hitam.

“Belum apa – apa sudah tertidur” gumamku.

Pakaiannya sangat tertutup. Ia menggunakan jas panjang berwarna abu – abu, topi kupluk berwarna hitam, dan kacamata berwarna hitam pula yang menutupi matanya. Lehernya dililit syal berwarna senada dengan jas yang ia kenakan. Aku perhatikan dia dengan seksama. Hey! Dia belum menggunakan safety-belt. Aku harus mengingatkannya.

Excuse me, sir. Can you use your safety-belt, please? We will take off as soon as possible” ucapku sambil mengguncang pelan bahunya. Pemuda di sebelahnya melihatku sekilas, lalu melanjutkan kegiatannya seolah tak kenal pada orang ini. Dia menggeliat seperti ulat. Merasa ada yang mengganggu, dia mengubah posisi tidurnya.

Excuse me, sir. We will take off ten minutes more. Use your safety-belt, please” ulangku. Kali ini aku mengguncangkan tubuhnya agak kuat.

“MWO!! I’m sleepy. Don’t …” pemuda itu berhenti berbicara dan terkejut melihatku. Begitu pun aku.

***

Perjalanan di udara terasa hambar. Aku izin tidak melayani penumpang pada penerbangan itu. Teman – temanku mengerti melihat kondisiku yang tiba – tiba pucat. Yoseob. Ya, pemuda itu adalah Yoseob. Laki – laki yang aku cintai, bahkan aku ditolak sebelum menyatakan perasaan. Bukan ditolak. Dia tak percaya padaku.

***

Setelah sebulan terbang ke berbagai negara, aku mendapatkan cuti selama sepuluh hari. Kesempatan itu aku gunakan untuk berkumpul dengan keluarga dan teman – temanku, khususnya Jonghyun. Sudah lama sekali rasanya tak bertemu pabo namja itu. Ingin sekali kupeluk oppaku itu jika bertemu nanti. Sudah empat hari aku di Apgeujong. Tapi, aku belum sempat bertemu dengan Jonghyun. Dia lebih banyak di Seoul dibanding Apgeujong, untuk mengurusi perusahaan barunya dan keluarga kecilnya. Dia sudah menikah dengan Sekyung, tambatan hatinya, dan mempunyai seorang anak laki – laki berumur setahun. Aku belum pernah ketemu mereka secara langsung. Tapi, Jonghyun pernah mengirimkan foto keluarganya padaku lewat e-mail. Ia janji akan datang menemuiku esok hari dan mengenalkanku pada istrinya.

Sedangkan Yoseob. Sejak bertemu di pesawat, aku tak pernah mendapatkan kabar tentangnya. Taemin yang dulunya mengidolakan dia, sibuk menyusun skripsi semester terakhir. Kedewasaannya juga membuat ia berhenti mengidolakan laki – laki. Sekarang, dia lebih banyak mengidolakan girband dan artis perempuan. Masuk ke kamarnya saja membuatku emosi. Terlalu banyak poster girlband di kamarnya itu.

Temui aku di halaman sekolah kita jam empat besok sore. Ada yang mau ku bicarakan. Aku membaca pesan dari nomor yang tidak ku kenal.

Ini siapa? Aku membalas pesan itu.

Ini temanmu. Masa kau lupa. Balas nomor itu.

“Ahh, ini pasti Jonghyun. Mentang – mentang sudah  kaya, nomor ponselmu banyak sekali. Aha, pasti dia menggunakan ponsel istrinya” gumamku dalam hati. Aku menyimpan nomor itu dengan identity name Jonghyun Anae.

***

“Masih jam setengah empat. Aku keliling dulu, ah. Sudah lama tidak ke sini” ujarku setelah tiba di halaman SMAku.

Tidak ada yang berubah. Hanya saja, gerbangnya yang lebih besar dibanding waktu aku masih bersekolah di sini. Aku mengunjungi ruang kelas akhirku, kelas 3-7. Aku sangat ingat, waktu itu aku sebangku dengan Jonghyun. Kebetulan, kami satu kelas. Aku teringat waktu Jonghyun yang menghiburku sejak Yoseob pindah sekolah. Perasaanku memang sempat down saat itu. Tapi, Jonghyunnya saja yang berlebihan. Masa – masa yang paling indah, batinku.

Aku kembali ke halaman sekolah. Aku melirik jam tanganku. Sudah jam empat lewat lima. Tapi, Jonghyun masih belum tampak. Mana anak ini, keluhku dalam hati.

Ponselku bordering. Aku melihatnya. Jonghyun? pikirku. Aku mengangkatkannya.

YA! Paboya~. Eondinde?” tanyaku tanpa mengucapkan yoboseyo.

Eodinde? Kau yang di mana? Aku tanya neo eomma. Katanya, kau ke sekolah menemuiku” jawab Jonghyun.

YA! Kau yang menyuruhku datang ke sini. Tapi…,”

Annyeong” suara seseorang mengejutkanku.

Aku berbalik. ASTAGA!!

“Yo..se..ob..” ucapku terbata. Aku lupa kalau telpon Jonghyun masih aktif. Dia mendengar semuanya.

Annyeong” ulangnya sambil tersenyum. Sudah lama aku tak melihat senyuman ini. “How are you?” tanyanya dalam bahasa Inggris.

I’m fine. And you?” tanyaku. “Why you speak English? I still can use hangul well. Or, you forget how to use hangul well now?” ledekku.

“Kau tidak berubah. Sudah berapa tahun kita tak bertemu?” tanyanya.

“Kenapa aku harus berubah. Untuk siapa? Untuk Jonghyun? Jonghyun sekarang sudah punya istri dan anak” ujarku.

Mianhae. Jeongmal mianhae” ucapnya tiba – tiba. “Aku tak sempat mendengar penjelasanmu waktu itu. Malah, aku mendengar penjelasan dari orang lain” ujarnya tertunduk.

Mianhae? For what?” tanyaku sok tidak tau. Padahal aku tau topik yang sedang ia bicarakan.

“Aku masih bisa menggunakan hangul, Minji” ujarnya. “Waktu itu, aku tak mendengarkan penjelasanmu. Kau menyukaiku, kan?” lanjut Yoseob setengah menggangguku.

MWO! Siapa bilang?” ucapku setengah berteriak. Kenapa Yoseob bisa tau?

“Aku yang bilang” ujar seseorang dari belakangku. Aku berbalik.

“Apa maksudmu, pabo!” teriakku setelah sadar bahwa orang itu adalah Jonghyun. “Dasar, tidak sopan” lanjutku menghinanya.

“Kau sih waktu itu. Kau bilang sudah bertemu Yoseob. Tapi, malah murung. Juga tak mau cerita padaku apa yang terjadi. Aku tau dari Jinki kalau Yoseob debut dan tinggal di New York. Langsung saja aku telpon dia yang sudah ada di bandara” jelas Jonghyun.

“Iya. Aku sendiri terkejut waktu itu. Tapi, mau bagaimana lagi. Penerbanganku tak mungkin dibatalkan. Begitupun debutku. Aku tidak mau membuat teman – temanku kecewa lagi jika harus membatalkan debut kami. Mereka sangat kecewa saat tau aku lebih memilih pindah sekolah ke Apgeujong dan mencari ketenangan di sini sambil berkarir di Seoul dibanding debut di New York” lanjutnya.

Aku menunduk. Malu, senang, bahagia, terharu, kesal bergabung jadi satu. Aku benar – benar speechless. Tak bisa berkata apa – apa.

Nawa gyeolhanhaejurae?” ucapnya. Aku tertunduk. Apa yang harus kukatakan? Aku tambah speechless. Aku berpikir. Ini kan lagunya Super Junior, batinku.

Orae jeonbuteo neoreul wihae junbuhan. Nae sone bitnaneun banjireul badajwoucapnya sambil mengeluarkan dan membuka kotak putih dari saku kemeja yang ia kenakan. Aku benar – benar bingung apa yang harus kukatakan. Aku teringat lagi. Ini kan lagunya Super Junior.

Pyeongsaeng gyeote isseulge, I do. Neol saranghaneun geol, I do” ucapku mantap menyenandungkan bagian refrain lagu itu. Yoseob terperangah tak percaya. Begitu pun Jonghyun dan wanita yang ada di sampingnya.

Yoseob merengkuh tubuhku kuat. Aku juga. Rasanya, aku tak mau kehilangan pria yang satu ini. Kemudian, Yoseob melingkarkan cincin emas putih itu di jari manisku.

“Hey! Sudah bermesraannya. Membuatku iri saja kalian ini” Jonghyun mengomel. Aku dan Yoseob tersenyum malu. “Kenalkan ini, istriku” lanjutnya mengenalkan wanita yang sedari tadi berdiri di sampingnya.

“Sekyung” ucapnya sambil tersenyum ramah. Aku membalas senyumannya.

“Kau pasti sudah mengenalku dari laki – laki tidak sopan ini, kan?” ujarku sambil tersenyum lebar.

“Dasar kau ini! Mentang – mentang ada calonmu di sini, kau pikir aku tidak berani menjitakmu” ujar Jonghyun sambil menjitak kepalaku. Aku menggeram kesal. Yoseob tertawa melihatku.

“Ini naega adeul. Lucu sepertiku, kan?” ucapnya penuh percaya diri.

“Oh, nak. Menyedihkan sekali kau mempunyai appa seperti Jonghyun” ucapku sambil mengusap kepala anak Jonghyun. Jonghyun menjitak kepalaku lagi. Aku meringis.

GM Kim Jonghyun, kau itu sudah punya istri. Jangan mengganggu calon istri orang lain” ujarku sambil memegang lengan Yoseob. Yoseob tersenyum mendengar pernyataanku barusan. Istri Jonghyun hanya tertawa mendengarnya.

“Minji-na” panggil Yoseob. Aku menoleh.

Oh, I can’t stop thinking ‘bout you, girl” ia menyenandungkan lirik lagu Super Junior lagi.

“Kau ini, menyanyikan lagu orang lain. Nyanyikan lagumu untukku” ujarku. Yoseob berpikir.

I’m heart sick. Heal me. Be crazy. Can’t let you go. Sad love song. My love gone. Please baby. Don’t go far” ujarnya. “Beautiful my girl. My beautiful my girl and I” lanjutnya. “I can’t take my breath, breath, breath. Sigani galsurok jeom jeom jinagalsurok oh nan deo. I can’t hold my breath, breath, breath. Galsurok naneun deo jakkuman nae sumi makhyeo wa nae sumi yeah” sambungnya lagi. Yoseob menyanyikan beberapa lagu mereka secara medley.

You can’t breathe without me, right?” tanyaku.

“Bukan itu saja. I can’t go without you, babe

 

DO NOT REPLYING OR TAKE OUT!!

Tinggalkan komentar